PUTUS!

Posted by on Jumat, 24 Agustus 2012

Tangannya masih digegam sang kekasih, ditatapnya mata sang kekasih dengan penuh tanda tanya. Apa yang kini ia pikirkan adalah sesuatu yang tak pernah dia pikirkan sejak awalnya mengenal sang kekasih. Pikirannya tengah mengarah ke masa dimana semuanya terasa sangat indah dan terasa membuatnya terbang. Namun apa yang kini ia rasakan tak seindah seperti awalnya. 

PUTUS! 

Satu kata yang mungkin tak ingin dia dengar saat ini. Di hari yang menurutnya sangat bahagia untuknya dan keluarganya, ulang tahun pernikahan orang tuanya. Disaat dia ingin memperkenalkan sang kekasih kepada semua keluarganya. Memperlihatkan pada sang ayah siapakah yang hendak menjadi imamnya di hari kelak, namun semua itu tak lagi aa dalam pikirannya. 

Sebuah batu yang menghantamnya dari dalam dirinya sendiri. 8 bulan, usia yang cukup lama dalam sebuah hubungan pacaran. Apa yang ia perjuangkan selama ini hanyalah sebuah hal yang sia-sia untuk hubungannya. Nita tak pernah memikirkan hal yang akan berakhir sesingkat ini. Apa yang menjemputnya untuk mengiyakan dirinya mencoba terjun ke dalam dunia yang menurutnya sangat asing namun indah. Menyenangkan dan mengindahkannya namun harus berujung keterpurukan saat ini. Semua itu yang disebut dengan lika-liku cinta masa SMA. 

Sore ini di kenakannya gaun yang di belinya bersama Alfin minggu lalu. Yang dirasakannya sakit saat ini, mengenakan gaun yang dipilihkan seseorang yang kini tengah membuatnya sangat munafik di depan keluarganya. Sebisda mungkin di pasangnya wajah yang sangat ceria dan cantik. 

Berjalan menuju podium, dimana sang mama dan papa tengah menunggunya untuk meniup lilin. Terlihat sangat cantik dengan senyumannya. Namun, apa yang dia perlihatkan kepada mereka saat ini bukanlah Nita yang sekarang, ada luka yang membuatnya kini merasakan perih yang luar biasa. Semuanya malam itu berjalan sangat lancar. Pesta ulang tahun pernikahan mama dan papanya sangat perfect, seperti apa yang direncanakan sebelumnya bersama mama dan papanya. Tak ada satupun yang cacat dari rangkaian acara tadi. 

Pesta telah usai dengan sempurna, tak ada sepatah katapun yang ia katakan saat akan pergi menuju kamarnya, hanya meninggalkan kado yang tengah di persiapkannya semenjak minggu lalu bersama Alfin. Langakahnya terdengar sangat berat untuk di ayunkan, pikirannya tengah melambung saat siang tadi di salah satu cafe yang biasanya digunakannya bertemu dengan Alfin, bahkan untuk mendiskusikan bagaimana mereka akan melakukan piknik agar tak ketahuan orang tua Nita. Semua itu sangat menyenangkan untuknya, namun kini semua itu berubah seketika dengan perubahan sikap Alfin kepadanya. 

Di dalam kamar kecil yang berada di lantai 2 rumahnya, dia tengah memikirkan kejadian dan seluruh apa yang terucapkan Alfin dan di lontarkan hanya untuknya siang tadi. Semilir angin yang berhembus lewat jendela kamar yang belum di tutupnya hingga selarut ini menjadi teman lamunannya. Buku harian yang tengah bersanding dengan pulpen biru faforitnya masih belum tertuliskan satu katapun untuk hari ini. Sesekali ia melihat handphonenya, memastikan apakah ada sms ataupun panggilan yang masuk ke nomornya, tapi apa yang ia dapatkan, nihil! Masih tetap tak ada satupun pesan untuknya malam ini. Di dalam hatinya, ia tengah berharap ada ucapan selamat tidur yang biasanya di kirim Alfin untuknya sebelum ia terlelap bersama kelelahannya seharian ini. Mungkin ini bukanlah satu hal yang mudah untuk diterimanya, ada seseorang yang setiap saat memperhatikannya meski tidak secara langsung. Namun inilah kenyataannya, Alfin tak lagi menjadi seseorang yang kini selalu ada untuknya. 

Ini sudah pukul 1 pagi, namun matanya tak dapat di pejamkan. Besok memang masih hari libur, namun tak biasanya Nita tertjaga hingga selarut ini. Diambilnya pulpen yang tengah bersanding di samping buku hariannya, mulai di tuliskannya kata demi kata di buku yang serba penting itu. Memberanikan diri untuk menulis apa yang terjadi hari ini. Kata-katanya mulai menggambarkan semenjak ia terbangun dari lelapnya kemarin malam. Semuanya ia tuliskan tanpa ragu dan persis seperti yang terjadi saat tadi. Namun hati dan pikirannya tak kuat lagi semua kemunafikkan yang tengah ia pendam untuk Alfin, saat-saat peristiwa yang sangat menyakitkan untuknya, ayunan penanya mulai melamban, matanya tersa hangat dan air matanya mulai mengalir dipipi dan sesekali menetes di tangan kirinya. Seperti berada di sebuah panggung dirinya hari ini, memerankan semuanya dengan baik, menutupi kesakitannya dengan senyuman manis dan cantik membuat semuanya seolah mengira dirinya tengah tak ada masalah. 

Semua yang ia rasakan tengah berada dipuncak emosinya, klimaks dramanya telah menghampiri dirinya. Tak dapat menahan semuanya, air matanya sangat telihat, isak tangisnya terdengar jelas. Ia tengah merasakan kesakitan yang teramat sangat. Kedua matanya tengah mengalir derasa air mata. 

Leave a Reply

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Pengikut